Wednesday, 27 April 2016

Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Ketahuilah saudaraku para pengajar agama mulai dari yang mengajarkan iqra sampai para ulama besar, mereka semua itu ada di pesan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda,

ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Tersirat dari perkatanya shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid.
Guru kami DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula,  hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”
Maka seperti adab yang baik kepada seorang guru?

Menghormati guru

Para Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabipernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,
هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا
“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,
ما كان إنسان يجترئ على سعيد بن المسيب يسأله عن شيء حتى يستأذنه كما يستأذن الأمير
“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh AlImam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,
تواضعوا لمن تعلمون منه
“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata,
كنت أصفح الورقة بين يدي مالك صفحًا رفيقًا هيبة له لئلا يسمع وقعها
“Dulu aku membolak balikkan kertas  di depan  Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya (QS. Al Hujurat: 5).
Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.

Memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru

Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini, “Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi  juga tidak membelakangi gurunya”.
Adab Berbicara
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.
Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara  Umar jika berbicara. Di hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,
كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.
Adab Bertanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”(QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati kebodohan, hilang  kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan  harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan,  jelas, singkat dan padat, juga  tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu,
إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْراً
“Khidir menjawab, Sungguh, engkau(musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْراً
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru setelah bertanya seperti ucapan,Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan salaf berkata,
ما صليت إلا ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعاً
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
Adab dalam Mendengarkan Pelajaran
Para pembaca, bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan?  Sungguh jengkel dibuatnya hati ini. Maka bagaiamana perasaan seorang guru jika melihat murid sekaligus lawan bicaranya itu tidak mendengarkan? Sungguh merugilah para murid yang membuat hati gurunya jengkel.
Agama yang mulia ini tak pernah mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di kalangan salaf adab yang seperti itu. Sudah kita ketahui  kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.
Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, yahya mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.

Mendoakan guru

Banyak dari kalangan salaf berkata,
ما صليت إلا ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعاً
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”

Memperhatikan adab-adab dalam menyikapi kesalahan guru

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
كل ابن آدم خطاء و خير الخطائين التوابون
“Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR. Ahmad)
Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah firman Allah.
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).
Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara atau kawannya?  Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak akan tambah memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.
Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal tidaklah lebih di butuhkan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar tentang mereka.
Sungguh baik para Salaf dalam doanya,
اللهم استر عيب شيخي عني ولا تذهب بركة علمه مني
“Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku.”
Para salaf berkata,
لحوم العلماء مسمومة
“Daging para ulama itu mengandung racun.”
Guru kami DR. Awad Ar-Ruasti Hafidzohullah menjelaskan tentang makna perkataan ini, “Siapa yang suka berbicara tentang aib para ulama, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang mengandung racun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”
Namun, ini bukan berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak, justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat kesalahan gurunya. Adab dalam menegur merekapun perlu diperhatikan mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang banyak.

Meneladani penerapan ilmu dan akhlaknya

Merupakan suatu keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya. Kamipun mendapati di tempat kami menimba ilmu saat ini, atau pun di tanah air, para guru, ulama,  serta ustad begitu tinggi akhlak mereka, tak lepas wajahnya menebarkan senyum kepada para murid, sabarnya mereka dalam memahamkan pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para tolibul ilm yang tak ada habisnya, jika berpapasan di jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar sunnah.
syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika gurumu itu sangat baik akhlaknya, jadikanlah dia qudwahatau contoh untukmu dalam berakhlak. Namun bila keadaan malah sebaliknya, maka jangan jadikan akhlak buruknya sebagai contoh untukmu, karena seorang guru dijadikan contoh dalam akhlak yang baik, bukan akhlak buruknya, karena tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majelis seorang guru mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.”

Sabar dalam membersamainya

Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.
Allah berfirman :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Karena tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza wa Jalla.
Al Imam As Syafi Rahimahullah mengatakan,
اصبر على مر من الجفا معلم
فإن رسوب العلم في نفراته
“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”
Besar jasa mereka para guru yang telah memberikan ilmunya kepada manusia, yang kerap menahan amarahnya, yang selalu merasakan perihnya menahan kesabaran, sungguh tak pantas seorang murid ini melupakan kebaikan gurunya, dan  jangan pernah lupa menyisipkan nama mereka di lantunan doamu. Semoga Allah memberikan rahmat dan kebaikan kepada guru guru kaum Muslimin. Semoga kita dapat menjalankan adab adab yang mulia ini.
Wa Billahi Taufiq
Madinah, 6 Rabiul Awal 1436 H
***

Jenis2 Serunai Di Malaysia



Serunai Aliran Utara (Kedah, Perlis, Perak, Pulau Pinang) - Serunai yang biasanya dimainkan untuk muzik Gendang Silat, Gendang Peribumi, Mek Mulung dan Wayang Gedek dan juga Nobat (namun bentuknya sedikit berbeza).

Serunai Daun Kelapa dan Batang Padi - Biasanya terdapat di kawasan bendang, sementara serunai daun kelapa biasanya dimainkan oleh kanak-kanak sebagai hiburan.
Gambar Ihsan dari laman web KeKKWa

Serunai Kelantan - Insturmen yang biasa dimainkan untuk permainan silat aliran pantai timur, Mak Yong (sesekali dimainkan), Tarinai, Menora dan Main Peteri (jarang dimainkan). Manakala dalam Wayang Kulit Kelantan juga digunakan namun saiznya agak kecil sedikit untuk menghasilkan bunyian yang berbeza.
Gambar Ihsan dari laman University Of Michigan

Pi Nai - serunai yang dimainkan dalam ensemble muzik Wayang Gedek pada asalnya(menerima pengaruh dari Wayang Kulit Siam (Nang Thalung) namun kemudiannya ditukar kepada serunai aliran utara yang biasa dilihat.
Gambar ihsan dari Musicologie.Org

Ada beberapa gambar lagi yang akan saya masukkan seperti Serunai yang dimainkan oleh kumpulan Terinai Perlis, Serunai Silat Terengganu (seakan2 serunai Kelantan tapi berbeza dari segi corak dan motif ukiran), serunai ibu dan anak bagi permainan Wayang Kulit Kelantan, Selumprit dan Pupuik.

Serunai nobat (dari laman web Sembang Kuala).


Serunai nobat jenis ini biasanya dimainkan oleh kumpulan nobat sebelah utara. Saya tidak pasti pula tentang jenis dan bentuk serunai kumpulan nobat negeri lain. Adakah ia sama ataupun berbeza.

----------------------------------------------------
Serunai Aliran Utara 

Bentuknya agak pelik sedikit, namun ciri-ciri cenderung pada serunai yang dimainkan di sebelah utara Semenanjung (sumber gambar : Muzium USM). Saya letakkan di sini kerana bentuknya sedikit berbeza dengan yang saya biasa lihat.

-------------------------------------------------------------------

Serunai Aliran Utara(Kedah, Perlis, Perak, Pulau Pinang) - Serunai yang biasanya dimainkan untuk muzik Gendang Silat, Gendang Peribumi, Mek Mulung dan Wayang Gedek dan juga Nobat (namun bentuknya sedikit berbeza). Kebanyakan serunai jenis ini adalah buatan Kedah. Manakala Perlis ada sedikit berbeza bentuk serunainya walaupun masih sama.

----------------------------------------------------------

Serunai Daun Kelapa 

Masa saya kecil dulu, selalu juga buat serunai jenis ni.
Gambar Ihsan dari laman web KPKK

----------------------------------------------------------------------------

Pi Nai 


serunai yang dimainkan dalam ensemble muzik Wayang Gedek pada asalnya (menerima pengaruh dari Wayang Kulit Siam - Nang Thalung) namun kemudiannya ditukar kepada serunai aliran utara yang biasa dilihat.
Gambar ihsan dari Musicologie.Org

---------------------------------------------------------------------------

Serunai Kelantan 

Gambar (dari laman web KSU Pointer)

Gambar (dari laman web Kraftangan Malaysia)

Instrumen yang biasa dimainkan untuk permainan silat aliran pantai timur, Mak Yong (sesekali dimainkan), Tarinai, Menora dan Main Peteri (jarang dimainkan). Manakala dalam Wayang Kulit Kelantan juga digunakan namun saiznya agak kecil sedikit untuk menghasilkan bunyian yang berbeza. Serunai silat dan Wayang Kelantan ada sedikit perbezaan dari segi saiz dan panjangnya. Ini saya dapati ketika mempelajari serunai wayang kulit di Aswara dulu.

---------------------------------------------------------------

Serunai Perlis 

Dari laman blog Awang Batil

Ini pula jenis serunai yang biasa dimainkan dalam persembahan rakyat, Terinai dan Awang Batil. Serunainya hanya mempunyai 6 lubang di atas, dan 1 di bawah. Jenis ini hanya terdapat di Perlis sahaja. Saya ada juga menyimpan sebatang, hadiah dari seorang kawan. Nanti saya muat naikkan di sini untuk tatapan semua.

--------------------------------------------------------

Serunai Batang Padi

Serunai Batang Padi

Sejenis serunai yang diperbuat daripada batang padi dan dikatakan mempunyai keunikan serta keunggulan yang tersendiri. Ianya dicipta dalam beberapa jenis dan bentuk. Lelidahnya iaitu sounding device adalah sama seperti yang terdapat pada alat 'Klarinet Berkembar' dari negara Timur Tengah. Serunai Batang Padi ditiup secara menegak pada bahagian hujungnya yang lebih kecil. Ianya sering dipersembahkan oleh kanak-kanak belasan tahun untuk memainkan muzik-muzik eksperimental yang diilhamkan daripada lagu-lagu yang berkembang dalam teater Wayang Kulit ataupun Silat. Secara praktiknya, Serunai Batang Padi telah menjadi 'alat perintis' kepada kebanyakan tokoh Serunai yang ada di Kelantan khususnya dan juga di kawasan-kawasan perkampungan di negeri-negeri lain yang mempunyai kawasan penanaman padi.
- Maklumat dan gambar diambil (juga kredit) dari laman web KPKK

Buku Konsep Muzik Silat Baku

Tajuk : Konsep Muzik Silat Baku
Penulis : Nik Mustapha & Raden Karno A. Hamid
Terbitan : Kementerian Kebudayaan, Kesenian & Pelancongan.

Ini adalah satu-satunya dokumentasi buku yang menyentuh secara rinci tentang notasi muzik gendang silat yang dinamakan 'Muzik Silat Baku.' Seperti yang difahami, bahawa 'baku' di sini bermaksud yang seragam,standardize - merangkumi empat alat asas iaitu serunai, gendang ibu, gendang anak dan gong. Namun penekanan yang diberikan dalam buku ini adalah kepada muzik gendang silat aliran utara.

Topik-topiknya merangkumi peralatan, melodi, sistem notasi dan konsep masa. Selain itu, ia menyentuh tentang proses, teknik penggendangan, huraian ringkas tentang rentak, huraian berkenaan fungsi rentak dan hubungannya dalam kontek persembahan dan selebihnya pada notasi serunai dan gendang ibu, anak.

Ulasan :

Secara amnya, ia bolehlah dikatakan suatu usaha yang baik dalam mendokumentasikan salah satu cabang seni budaya Melayu, yakni gendang silat (tumpuan kepada aliran utara); dan wajarlah ia diangkat serta diperluaskan kepada sistem pendidikan, terutama di sekolah atau IPT. Dalam pada masa yang sama, dapatlah ia dijadikan sebagaipanduan atau rujukan asas dalam mengenali dan mempelajari asas bermain muzik gendang silat utara.

Notasi gendang anak dan ibu diperturunkan secara ringkas agar dapat difahami dengan mudah. Gendang ibu merangkumi 9 bunyian asas termasuklah penutup (tapi tiada buka lagu kedah 'chak' ibu dan anak). Istilah yang digunakan juga adalah istilah umum untuk membolehkan kefahaman pada peringkat yang meluas. Sebab, kalau diikutkan permainan gendang Lagu Kedah @ Lagu Silat (istilah biasa yang disebut Lagu Silat oleh kebanyakan penggendang aliran utara) mempunyai istilah-istilah yang khusus untuk pemahaman yang lebih tepat. Namun bagi saya, lambat-laun mereka yang mempelajari gendang ini haruslah mengambil inisiatif bertanya kepada mereka yang biasa dengan permainan gendang silat aliran utara.

Kemudian padanan notasi serunai, gendang ibu dan anak Lagu Kedah diperturunkan. Masih lagi pada tahap asas secara penuh. Apa pun buku ini hanyalah bingkisan kecil, usaha kedua penulis yang mahu melihat agar permainan gendang silat ini berterusan, dan dapatlah dikaji secara ilmiah pada masa akan datang. Usaha ini wajarlah dipuji dan mendapat sokongan dari pihak-pihak berkenaan. Namun buku ini seperti lazimnya tidak mungkin akan dipasarkan sepertimana buku lain terbitan kementerian berkenaan. Ia hanya tersimpan dan hanya orang-orang tertentu sahaja yang mendapat akses.

Saya kira pelajaran dalam buku ini juga merupakan aturan pergendangan @ silibus pelajaran yang diterapkan dalam subjek gendang silat bagi kursus Jurulatih Seni Budaya Negara (JSBN) yang diadakan suatu ketika dahulu; yang kini sudah suam-suam kuku. Bunyia-bunyian ibu itu dapat saya ketahui kerana saya juga menghadiri kursus ini dahulu.

Berbalik kepada buku ini, walaubagaimana pun pernah saya bertanyakan kepada rakan penggendang yang juga bermain muzik moden dan mampu membaca notasi. Kata beliau, notasi yang dihasilkan terdapat juga kelemahannya. Ada susunan yang kurang tepat dan tidak kena. Meskipun umum mengetahui bahawa allahyarham Pak Raden adalah merupakan salah seorang guru gendang silat aliran utara, namun penulisnya, Nik Mustapha bukanlah pemain muzik gendang tradisi silat kedah. Jadi tidak hairanlah kiranya berlaku kelemahan dalam penyusunan notasi.

Bagi saya yang tidak berapa faham tentang notasi ini, masih lagi berpegang bahawa membaca buku ini adalah untuk pemahaman asas. Sekiranya mahu mempelajarinya, mestilah berguru seperti yang dimaklumi ramai. Kerana masing-masing faham bahwa apa maksudnya kalau belajar tidak berguru? Tak perlulah saya ulas tentang itu, namun sistem untuk mempelajari gendang silat adalah secara berguru, bukan secara membaca. Kalaupun dia mampu membaca notasi yang tersebut, tetaplah jua dia perlu untuk mengadap guru sebagai pembuka jalan kepada ilmu dalam bidang pergendangan.

Kesimpulannya, buku ini hanyalah asas dan boleh dibaca untuk difahami. Secara jelas, apa pun ilmu pergendangan ini perlulah berguru. Imam Syafie menyatakan, "Sesiapa yang tafaqquh (mengambil faham) dari perut kitab, maka dia telah kehilangan hukum-hakam". Para ulamak juga menyebutkan, "Antara kebodohan terbesar, adalah menjadikan helaian-helaian sebagai syaikh". baca lanjutnya tentang belajar tanpa guru di sini.

Unordered List

Sample Text

Blog Archive

Powered by Blogger.

Featured

Videos

Recent Post

Follow

Featured

Subscribe

Most Popular

Videos

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget